Hadits adalah laporan tentang sunah Rosululloh, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Rosululloh, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan atas perkataan atau perbuatan orang lain. Hadits yang isinya berupa perkataan (sabda) Rosululloh disebut sebagai hadits qouly, yang berupa perbuatan disebut sebagai hadits fi'ly, dan yang berupa persetujuan disebut sebagai hadits taqriry. Di samping itu, ada juga hadits-hadits yang berupa gambaran mengenai karakteristik Rosululloh, baik perangai fisik (washfun kholqy) maupun sifat non-fisik (washfun khuluqy).
Karena berisikan informasi mengenai sunah Rosululloh, hadits menduduki posisi yang sangat penting dalam agama Islam. Sunnah merupakan dasar hukum kedua setelah Al Qur'an sekaligus merupakan penjelasan (tafsir) yang paling otentik mengenai segala hal dalam Al Qur'an. Oleh karena itu, proses pelestarian dan pemeliharaan sunah merupakan suatu hal yang sangat vital di dalam agama Islam.
Pelestarian sunah dilakukan melalui penelusuran terhadap hadits-hadits yang ada berikut pencatatannya dalam buku-buku serta periwayatannya dari generasi ke generasi. Sedangkan pemeliharaan sunah dilakukan melalui penyeleksian terhadap hadits-hadits yang ada sehingga hadits-hadits yang valid dan akurat bisa disaring dari hadits-hadits yang salah dan palsu.
Sebagai sebuah periwayatan, hadits biasanya terdiri dari dua bagian. Pertama, bagian jalur periwayatan yang disebut dengan sanad. Kedua, bagian isi laporan yang disebut dengan matan. Bagian sanad berisi rangkaian periwayat (rawi) hadits beserta redaksi periwayatan antara satu rawi dengan rawi sebelumnya, sedangkan matan hadits berisi teks perkataan maupun teks yang menceritakan perbuatan, persetujuan, ataupun sifat-sifat yang dinisbahkan kepada Rosululloh.
Berikut contoh sebuah hadits yang disebutkan dalam buku Al-Jami'ush Shohih karya Imam Al-Bukhori:
(Imam Al-Bukhori mengatakan): Abdulloh Ibnu Muhammad Al-Ju'fy telah bercerita kepada kami. Ia mengatakan: Abu Amir Al-Aqody telah bercerita kepada kami. Ia mengatakan: Sulaiman Ibnu Bilal telah bercerita kepada kami; dari Abdulloh Ibnu Dinar; dari Abu Sholih; dari Abu Huroiroh RA; dari Nabi (Muhammad) SAW, bahwa beliau pernah bersabda, "Keimanan itu (terdiri dari) enam puluh sekian cabang dan rasa malu merupakan salah satu cabang keimanan."
Matan dalam hadits di atas adalah bagian terakhir yang menyebutkan secara langsung sabda Rosululloh SAW, sedangkan sanad-nya adalah bagian yang berisi rantai periwayatan dari Abdulloh Ibnu Muhammad Al-Ju'fy sampai Abu Huroiroh RA.
Kadang-kadang, isi dari matan sebuah hadits adalah penceritaan Rosululloh SAW mengenai sebuah firman atau ketentuan Alloh, tetapi bukan merupakan salah satu ayat dalam Al-Qur'an. Hadits dengan matan seperti ini biasa disebut sebagai hadits qudsy atau hadits ilahy. Berikut sebuah contoh hadits qudsy yang terdapat dalam buku Shohih Muslim yang berisi ketentuan Alloh dalam pencatatan kebaikan dan keburukan:
(Imam Muslim mengatakan): Syaiban Ibnu Farukh telah bercerita kepada kami: Abdul Warits telah bercerita kepada kami; dari Al-Ja'd Abu 'Utsman: Abu Roja' Al-'Utharidy telah bercerita kepada kami; dari Ibnu Abbas; dari Rosululloh SAW mengenai apa yang beliau riwayatkan dari tuhan beliau (Alloh) Tabaroka wata'ala. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Alloh telah mencatat kebaikan (pahala) dan keburukan (dosa) kemudian menjelaskan hal tersebut. Barang siapa yang berkehendak untuk melakukan suatu kebaikan tetapi ia tidak jadi melakukannya, Alloh akan tetap mencatat hal itu sebagai sebuah kebaikan yang utuh di sisi-Nya. Apabila ia berkehendak melakukan kebaikan itu kemudian ia jadi melakukannya, maka Alloh akan mencatatnya sebagai sepuluh kali sampai tujuh ratus kali kebaikan, bahkan sampai berkali-kali lipat. Apabila ia berkehendak untuk melakukan sebuah keburukan dan ia tidak jadi melakukannya, Alloh akan mencatat hal (pembatalan niat buruk) tersebut sebagai sebuah kebaikan yang utuh di sisi-Nya. Apabila ia berkehendak untuk melakukan sebuah keburukan lantas ia jadi melakukannya, maka Alloh hanya akan mencatatnya sebagai satu buah keburukan saja."
Sebuah hadits yang tegas-tegas menisbahkan matan-nya kepada Rosululloh disebut sebagai hadits marfu'. Akan tetapi, ada juga hadits-hadits yang matan-nya ternyata dinisbahkan kepada shohabat atau generasi di bawah mereka. Hadits yang matan-nya dinisbahkan kepada shohabat ini disebut sebagai hadits mauquf dan yang dinisbahkan kepada generasi setelah mereka disebut sebagai hadits maqthu'. Berikut contoh hadits mauquf, sebagaimana terdapat dalam buku Al-Muwaththo' karya Imam Malik, yang matan-nya disandarkan kepada Umar Ibnul Khoththob RA:
(Imam Malik mengatakan): Dari Nafi', mantan budak Abdulloh Ibnu Umar; bahwa Umar Ibnul Khoththob RA pernah menuliskan (ketentuan) kepada para pegawainya (yang berbunyi): "Sesungguhnya perkara kalian yang paling penting bagiku adalah sholat. Barang siapa menjaga serta tekun memeliharanya niscaya ia telah menjaga agamanya. Namun, barang siapa yang menyia-nyiakan sholat niscaya perkara yang lain akan lebih ia sia-siakan lagi."