“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah: ‘Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan rosul-Nya kamu selalu berolok-olok?’” (QS. At-Taubah: 65)
Sering kita dalam keseharian mendengar orang ataupun rekan kita yang bercanda dengan menyebut nama Alloh, nama Rosululloh, atau dengan ayat-ayat AlQuran, terutama sekali di televisi berupa lawakan atau sinetron seperti “Astaghfirulloh”, “laa ilaha illalloh”, “Allohu akbar”, yang semua hanyalah candaan semata, ataupun bersahadat dalam saksi palsu, dan sebagainya.
Seperti halnya yang terjadi pada kegiatan Ospek di UINSA (UIN Sunan Ampel Surabaya) pada tanggal 28-30 Agustus 2014 ada tulisan di spanduk “TUHAN MEMBUSUK” Rekonstruksi Fundamentalisme menuju Islam Kosmopolitan (Jawa Pos / Metropolis Hal. 29, Rabu 3 September 2014).
Pemasangan di spanduk bertuliskan Tuhan Membusuk di sejumlah titik di kampus UINSA Surabaya berbuntut panjang. Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur menilai hal ini sebagai bentuk penistaan agama (SURYA, Rabu 3 September 2014).
“Karena itulah, kami melapor ke Polda Jatim”, kata Muhammad Khoiruddin, skretaris FPI Jatim usai melapor ke Polda Jatim, Selasa (2/8). Menurutnya, penistaan agama seperti yang dilakukan di kampus Islam tersebut jauh lebih kejam dan berbahaya daripada aksi ISIS dan sebagainya. Pihaknya juga berharap, orang-orang yang terlibat dalam persoalan ini segera diberi sanksi. Termasuk yang memasang spanduk, yang punya ide, pihak penyelenggara, dan orang-orang yang bertanggung jawab di kampus tersebut.
Spanduk tersebut juga gambarnya sudah banyak beredar di dunia maya, sehinggan menyebar ke mancanegara, seperti Turki (surat kabar Jawa Pos/Metropolis Hal. 35, Kamis 4 September 2014).
Ada peristiwa di zaman Nabi Muhammad saw berupa kasus penghinaan/pelecehan yang dilakukan oleh orang-orang munafiq terhadap Alloh, ayat-ayat dan Rosul-Nya, hingga Alloh menurunkan ayat-Nya di atas.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Kaab, Zaid bin Aslam, dan Qotadah, suatu hadits dengan rangkuman sebagai berikut: “Bahwasanya ketika dalam peperangan tabuk, ada seseorang yang berkata: ‘Belum pernah kami melihat seperti para ahli membaca AlQuran (qurro’) ini, orang yang lebih buncit perutnya, dan lebih dusta mulutnya, dan lebih pengecut dalam peperangan’, maksudnya adalah Rosululloh saw dan para sahabat yang ahli membaca AlQuran. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: ‘Kau pendusta, kau munafik, aku beritahukan hal ini kepada Rosululloh’, lalu berangkatlah Auf bin Malik kepada Rosululloh untuk memberitahukan hal ini kepada beliau, akan tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu kepada beliau.”
“Dan ketika orang itu datang kepada Rosululloh, beliau sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya, maka berkatalah ia kepada Rosululloh: ‘Ya Rosululloh, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang yang mengadakan perjalanan untuk menghilangkan penatnya perjalanan.’ Kata Ibnu Umar: ‘Sepertinya aku melihat orang tadi berpegangan sabuk pelana unta Rosululloh, sedang kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata: “Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”, kemudian Rosululloh bersabda kepadanya: “Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya, dan Rosul-Nya kamu selalu berolok-olok”’”.
Rosululloh saw mengatakan seperti itu tanpa menengok, dan tidak bersabda kepadanya lebih dari pada itu.
Putar-putar lidah yang dilakukan orang munafiq dalam kisah yang menjadi sebab turunnya ayat 65-66 Surat At-Taubah ini tampak lebih sederhana, namun Alloh tetap memvonis mereka sebagai kafir dan mengecam mereka karena telah mengolok-olok Alloh, Rosul-Nya, dan ayat-ayat-Nya.
Kasus itu dapat kita bandingkan dengan silat lidah orang-orang sekarang dengan dalih yang dibuat-buat, misalnya: “ini sekedar wacana”, “ini pembahasan akademis”, jangan dimaknai secara tekstual, literal, atau secara dangkal. Seperti saat diklarifikasi, para mahasiswa menyatakan tidak bermaksud menghina Tuhan. Tetapi, mereka hanya mengkritisi golongan fundamentalis (Jawa Pos/Metropolis, hal. 35, Kamis, 4 September 2014).
Seberani-beraninya orang munafiq zaman Nabi Muhamad saw, mereka ketika melontarkan ejekan terhadap ayat-ayat AlQuran, Rosululloh (baca: agama Islam), sifatnya masih sembunyi-sembunyi dan non-formal. Tetapi sekarang, secara formal dan terang-terangan seperti yang dilakukan di kampus UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kasus seperti ini tidak sekali saja terjadi di kampus IAIN atau UIN. Contoh lain: ajakan Dzikir Anjing hu akbar di IAIN Sunan Gunung Jati Bandung dalam ta’aruf dengan mahasiswa baru September 2004. Di antaranya perkataan: “Selamat bergabung di area bebas Tuhan,” malah ada seorang mahasiswa dari jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin mengepalkan tangan dan meneriakkan “Kita berdzikir bersama anjing hu akbar.” (Tabloid Republika Dialog Jumat, 22 Oktober 2004 berjudul “Terpeleset Filsafat di Bandung”)
Hukum Mengolok-olok Alloh, AlQuran, dan Rosululloh
Bagaimana Rosululloh saw menyikapi hal seperti ini? Simak hadits di bawah ini dan pendapat para ulama.
“Ada seorang Yahudi bernama Ka’ab bin Al Asyrof menghina Nabi, Nabi berkata: ‘Siapa yang mau membunuh Ka’ab bin Al Asyrof? Sesungguhnya dia telah menyakiti Alloh dan Rosul-Nya.’ Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata: ‘Wahai Rosullloh, apakah engkau suka jika aku membunuhnya?’ Kata Nabi: ‘Ya.’ Singkat cerita, Ka’ab bin Al Asyrof pun dibunuh oleh Muhammad bin Maslamah.” (Mutafaq alaih dari Jabir)
Hadits riwayat Abu Dawud dari amirul mukminin Ali bin Abi Tholib ra, yang menyatakan: “Ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi saw (oleh karena perbuatannya itu), maka perempuan itu telah dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rosululloh saw menghalalkan darahnya.” (HR Abu Dawud). Sanad hadits ini dinyatakan jayyid (baik) oleh Syaikh al Islam Ibnu Taimiyah, dan termasuk sejumlah hadits yang sering dijadikan hujjah oleh Imam Ahmad (lihat as Shorim al Maslul ‘ala Syatimi ar Rosul).